Ada keraguan yang sempat terlintas saat aku tahu bahwa burung besi yang akan aku naiki pada penerbangan kali ini adalah pesawat MA-60 yang konon katanya punya banyak catatan hitam. Bahkan jadi ingat juga aku bahwa pesawat jenis ini pula yang sempat menjadi perantara tewasnya puluhan orang oleh karena jatuh pada sebuah teluk di Papua Barat sana. ( Kantor Pusat Lion Air )
Ternyata sejak awal
proses pembelian pesawat jenis propeller
ini disinyalir oleh sebagian orang telah ada yang kurang beres alias terdapat
semacam kontroversi. Bahkan terhitung dalam sejarah pengoperasiannya terjadi
beberapa insiden yang kembali membuka kontroversi tersebut ke ranah pemberitaan
nasional.
Melalui sebuah
penelusuran via internet saya jadi tertegun setelah tahu bahwa pesawat MA-60
baru memperoleh sertifikasi otoritas penerbangan China pada Juni 2000 serta
belum memperoleh pengakuan resmi dari FAA. Sehingga dengan demikian wajar kalau
beberapa pengamat meragukan tingkat keamanan pesawat berdaya muat hingga 56
penumpang ini.
Mungkin saja banyak yang
belum tahu bila pesawat MA-60 ini diproduksi atas lisensi dari perusahaan lain
di luar China, sehingga bukan asli karya negara tersebut. Hanya maskapai
penerbangan Merpati saja (di Indonesia) yang memakai produk ini guna melayani
rute-rute pendek seperti misalnya Jogja-Bandung atau sebaliknya. ( n219 aircraft )
Setelah menunggu sekitar
21 menit dari waktu yang seharusnya, kami pun berjalan menuju pesawat yang ada
di tempat lumayan jauh dari ruangan tunggu penumpang. Tak seperti pesawat
Boeing, pintu penumpang cuma ada satu, itu pun di belakang. Tak perlu kendaraan
yang membawa tangga sebab pesawat cukup pendek sehingga cukup pakai semacam
kotak berundak saja. Saat masuk aku mesti sedikit menunduk sebab tinggi pintu
lebih pendek daripada pesawat yang biasa aku tumpangi.
Pesawat ini memang
benar-benar masih baru sebab katanya belum genap sebulan dioperasikan. Tempat
duduk penumpang ditata 2-2 dengan ruang bagasi agak sempit sehingga mungkin
koper yang biasa ku bawa saat bepergian tak akan muat. Ah untunglah saya dapat
kursi 5A yang berarti ada di samping jendela sebelah kiri. Jantung pun serasa
berdebar mengiringi doaku dalam hati.
Gerimis tipis mengiringi
penerbangan kali ini. Kulihat apa-apa yang begitu kecil di bawah, yang tak lain
menggambarkan diri kita yang sebenarnya yang teramat kecil tak berarti. Kembali
kulantunkan doa-doa romantis sembari menatap awan-awan tebal di atas
ketinggian. (segores kisah fiksi).
Tulisanku yang lain ,